“Miris”, itulah yang terfikir di benak
kita ketika menyaksikan rangkaian peristiwa tawuran dan kekerasan yang
dilakukan oleh sebagian pelajar dan Mahasiswa di negeri ini. Betapa
tidak, Para Pemuda yang seharusnya menjadi agen of change dan generasi
penerus bangsa ini bertindak seolah-olah tak-tepelajar. Seringkali
masalahnya sederhana, bermula saling ejek di Facebook, sampai
menyebabkan nyawa seorang pelajar melayang. Ada pula tradisi permusuhan
antar sekolah yang terjadi turun-temurun. Sehingga stigma rivalitasnya
akan terus ada bak “tom and jerry” yang tak pernah akur.
Data Komnas PA merilis jumlah tawuran pelajar
tahun ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Ini
tentu masalah yang tak boleh dibiarkan berlarut-larut.Harus ada
upaya-upaya prefentif dan bila perlu represif untuk mengurangi tindak
kekerasan dan tawuran antar pelajar ini.
Menurut Thomas Lickona (Sutawi, 2010) ada 10
tanda-tanda Degradasi moral yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu
bangsa, diantaranya adalah: meningkatnya kekerasan pada remaja, penggunaan kata-kata yang memburuk, pengaruh peer group
(rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya
penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, kaburnya batasan moral
baik-buruk, menurunnya etos kerja, rendahnya rasa hormat kepada orang
tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara,
membudayanya ketidakjujuran, adanya saling curiga dan kebencian di
antara sesama.
Tanpa bermaksud untuk menyalahkan pihak tertentu, saya merasa bahwa ini adalah masalah serius yang harus fahami terlebih dahulu akar persoalannya. Secara psikologis, pola kehidupan kota yang tak teratur ini seringkali memicu banyak masalah social yang berimplikasi pada sikap dan emosional. Apabila pengendalian emosinya lemah maka dampak dari sikap emosional yang irasional ini adalah tindakan kasar dan anarki. Sehingga cara berfikirnya pendek tanpa berfikir apa akibatnya. Apa yang bisa dipukul, akan dipukul. Apa yang bisa dirusak akan dirusak. Apa yang bisa dibakar pasti dibakar. Inilah yang kemudian memicu berabagai fenomena kekerasan yang terjadi di negeri ini.
Setelah kita fahami akar permasalahannya,
selanjutnya harus ada solusi untuk menyelesaikan persoalan ini. Oleh
karenanya harus ada peran serta dari berbagai pihak yaitu Orang tua,
Guru, dan pemerintah. Sebagaimana kita ketahui bahwa keluarga adalah
madrasah paling mendasar bagi setiap anak, maka peran orang tua sangat
besar dalam mendidik setiap anak. Tanamkan nilai-nilai agama dalam
proses pendidikannya karena hanya dengan agama inilah anak dapat
membentengi dirinya dari pengaruh buruk apapun dan dimanapun.
Selanjutnya adalah sekolah, peran Guru di sekolah bukanlah sekedar
mengajar akan tetapi harus bisa menjadi penggantikan peran orang tua
mereka yaitu mendidik, mengawasi, dan memfasilitasi mereka sesuai bakat
yang dimiliki. Soal sarana pembelajaran dan fasilitas yang diperlukan
menjadi tanggungjawab pemerintah untuk mensubsidi, sehingga energy yang
dimiliki siswa dapat disalurkan pada hal-hal yang positif dan cenderung
prestatif.
Selanjutnya pemerintah dapat mengambil peran
dalam pengawasan sosial, melalui kepolisian mengadakan penyuluhan hokum
ke sekolah atau kampus-kampus dan kemudian tegas dalam menerapkan
sanksi hukum bagi pihak-pihak yang melanggar aturan.Dengan system
pendidikan terpadu ini saya berharap dapat menjadikan anak-anak bangsa
ini menjadi pribadi-pribadi santum dan prestative karena bagaimanapun
juga adanya, mereka adalah aset bangsa yang berharga dan harus terus
dijaga untuk membangun bangsa ini di masa yag akan datang.
Pemerintah dan pihak sekolah harus bisa mengambil tindakan yang tegas agar Tradisi yang salah ini bisa dihilangkan dari negeri ini,dan orang tuapun harus bisa mengawasi dan memperhatikan para putra-putrinya supaya berperilaku seperti pelajar bukan seperti preman.
BalasHapus